Menikah dengan Suami yang Tepat jadi RATU, Menikah dengan Suami yang Salah jadi BABU

Seorang netizen membagikan ceritanya:


Saya suka bawa anak istri jalan pas sabtu minggu. Pernah sekali ke tempat rekreasi, saya turun dari mobil dan lihat satu ibu gendong anaknya di depan, tangan kirinya gandeng satu anak lagi, tangan kanannya tenteng 4-5 kantong barang. Saya lihat kasihan sekali. Suaminya jalan duluan, pake kacamata hitam, kaos polo, celana pendek, sandal jepit, jalannya lenggak-lenggok kayak bos, gak lihat istrinya kesusahan di belakang. Anaknya sampai ngomong, “Bu, ayah jalannya cepet banget!” Saya sampai kira ibu itu pembantunya.




Setelah punya anak, saya kebiasaan nengok dua kali ke tempat yang ada anak kecil. Waktu lagi makan di restoran, saya nengok ke arah suami istri yang duduk di meja depan saya. Anak mereka yang satu duduk di kursi tinggi. Yang saya lihat, suaminya lagi makan. Istrinya sibuk tuang air panas mau bikin susu, bentar-bentar tangkap anaknya yang satunya lagi lari ke sana kemari. Sudah duduk masih harus disuapin. Makanannya sampai sudah dingin di atas meja tapi belum disentuh. Suaminya seperti gak lihat apa-apa, sambil makan sambil main HP, konsentrasinya semua ke layar, gak peduli istrinya sibuk di sana.

Begitu balik ke parkiran, saya lihat ada satu ibu turun dari mobil, tangannya gendong anak, bahunya pikul tas bayi yang gede itu, tutup pintu mobil pun didorong pakai kaki. Suaminya? Kelihatannya santai merokok di bawah pohon.

Dalam sehari ini saya sudah mengamati 3 wanita dari keluarga yang berbeda. Perasaan saya sedih. Saya tak tahan menoleh ke istri saya di belakang. Hmm… Hari ini dia lumayan cantik, pakai topi besar, rambut panjangnya menari ditiup angin. Dress yang dia pakai adalah dress favorit yang saya belikan. Tangannya gandeng putri saya, sambil jalan sambil ketawa, foto-foto.

Kemudian saya tengok bayangan saya di kaca mobil. Saya bawa tas ibu-ibu, dalamnya isi bermacam-macam perlengkapan anak, tangan kiri saya bawa tas istri saya, dorongan bayi kita juga penuh dengan oleh-oleh yang tadi kita beli di dalam. Meskipun saya gak bisa jalan dengan bebas seperti pria-pria itu, tapi dalam hati saya merasa sangat bangga. Istri saya terlihat sangat cantik.

Mungkin ada orang yang bilang saya bodoh, mau saja jadi bud*k istri, tapi bagi saya, istri saya jauh lebih susah. Dia harus jaga anak kita yang suka lari-lari, lompat sana sini, tidak bisa diatur. Bagi saya, istri saya sudah membantu saya sangat banyak.

Mungkin ada juga orang yang menganggap istri-istri yang tadi melakukan semua itu dengan senang hati, sukarela. Coba tanyakan pada diri sendiri, apa kamu senang melakukan semuanya sendiri sedangkan pasanganmu cuma duduk enak-enak di samping?

Okelah, ibu yang pertama tadi boleh gendong anaknya di depan dan gandeng anaknya di samping. Tapi apa suaminya tidak bisa bantu bawa kantong tentengan itu dan jalan lebih perlahan di samping tunggu istri dan anaknya?

Ibu yang kedua tadi, apa suaminya tidak bisa letakkan HP-nya sebentar saja dan bantu suapin anak, biarkan istrinya makan?

Ibu yang ketiga, apa suaminya tidak bisa bantu istrinya tutup pintu, bawa barang, penuhi dulu kebutuhan istrinya baru merokok? Mau rokok 2-3 batang pun terserah.

Suami istri haruslah saling membantu. Anak adalah milik bersama, seharusnya sama-sama berperan dalam mengurus anak. Gendong anak, bawa barang dan lain sebagainya, seharusnya sudah jelas pembagiannya. Istri bawa anak, suami bawa barang itu ideal, jangan sampai semuanya dikasih ke “satu orang” saja yang kerjakan.

Misalkan hari ini saya yang bawa semua barang, troli, tas, belanjaan, saya oke-oke saja. Tapi kalau saya harus jaga anak juga, istri saya di samping sibuk ngapain, seakan-akan gak ada anak atau suami di samping, sibuk makan, main, dan masih bisa update status: “Hari ini cerah banget deh, mood aku jadi ikut bagus!”, saya bakal @#$%@#$^#, kamu enak-enak di sana, emang saya babu kamu!?

Apa kamu mengerti? “Saling membantu” itu kuncinya.

Terakhir, begitu saya masukkan semua barang ke mobil, ada satu ayah yang gendong anak di depannya, pikul tas ibu-ibu di belakangnya, tangan kirinya bawa belanjaan, tangan kanannya gandeng istrinya yang tengah hamil. Cuma ada satu kata, KEREN! Bisa terlihat istrinya tampak tersenyum bahagia, mencuri pandangan semua orang, seperti seorang ratu.

Jangan biarkan istrimu dilihat orang di luar seperti BABU!

Jadikan istrimu RATU yang bersinar di mata orang.

Simpel saja, suami seorang ratu setidaknya adalah RAJA, tapi suami seorang babu… paling tidak jauh beda.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Menikah dengan Suami yang Tepat jadi RATU, Menikah dengan Suami yang Salah jadi BABU"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel