Kenal Islam Dari Mbah Google, Lee Seong Yong Akhirnya Putuskan Jadi Mualaf
Kenal Islam Dari Mbah Google, Lee Seong Yong Akhirnya Putuskan Jadi Mualaf
Semoga Yang Memb4gikan Ini Senantiasa Allah beri HIdayah dalam hatinya, Aamiin
Pesatnya perkembangan teknologi informasi membuat anak-anak muda terstimulus untuk lebih kreatif. Seorang pemuda asal Korea Selatan, Lee Seong Yong, menjadi salah satu di antaranya.
Remaja yang akrab disapa Yong itu merupakan seorng YouTuber. Ham pir setiap hari ia mengunggah video buatannya untuk dibagi kepada publik luas melalui media sosial.
Dalam salah satu videonya di channel Yongsworld, ia menuturkan perjalanan hidupnya sehingga memeluk Islam. Lelaki berusia 27 tahun ini mengungkapkan, dirinya mulai tertarik dengan Islam sejak mengenal teman-teman yang Muslim.
Suatu kesempatan membawanya pergi melancong ke Arab Saudi. Meskipun hanya untuk berwisata, Yong merasa pengalaman ini begitu berharga. Ia bahkan ikut belajar berbahasa Arab.Melalui komentar-komentar di media sosial, banyak penggemarnya kala itu yang memintanya agar turut menjadi Muslim. Hanya saja, Yong ketika itu belum merasa perlu untuk mendalami Islam. Ia masih sebatas menyukai budaya dan kebiasaan orang-orang Islam, khususnya di Asia Barat.
Baginya, Islam adalah sesuatu yang jauh. Ia sendiri lahir di Busan dari keluarga yang menganut Kristen. Malahan, ibundanya aktif di gereja. Begitu pula dengan kakaknya.
"Aku pun menjadi rajin untuk beribadah ke gereja, tetapi hingga umur 15 tahun, aku mulai merasa tak begitu terikat dengan agama yang aku anut itu," ujar Yong melalui video di akun YouTube-nya, beberapa waktu lalu.
Dalam salah satu videonya di channel Yongsworld, ia menuturkan perjalanan hidupnya sehingga memeluk Islam. Lelaki berusia 27 tahun ini mengungkapkan, dirinya mulai tertarik dengan Islam sejak mengenal teman-teman yang Muslim.
Suatu kesempatan membawanya pergi melancong ke Arab Saudi. Meskipun hanya untuk berwisata, Yong merasa pengalaman ini begitu berharga. Ia bahkan ikut belajar berbahasa Arab.Melalui komentar-komentar di media sosial, banyak penggemarnya kala itu yang memintanya agar turut menjadi Muslim. Hanya saja, Yong ketika itu belum merasa perlu untuk mendalami Islam. Ia masih sebatas menyukai budaya dan kebiasaan orang-orang Islam, khususnya di Asia Barat.
Baginya, Islam adalah sesuatu yang jauh. Ia sendiri lahir di Busan dari keluarga yang menganut Kristen. Malahan, ibundanya aktif di gereja. Begitu pula dengan kakaknya.
"Aku pun menjadi rajin untuk beribadah ke gereja, tetapi hingga umur 15 tahun, aku mulai merasa tak begitu terikat dengan agama yang aku anut itu," ujar Yong melalui video di akun YouTube-nya, beberapa waktu lalu.
malah merasa agama tak terlalu penting. Seorang manusia dapat baik tanpa harus religius. Pandangan ini diyakininya betul. Apalagi, ia melihat, masih ada orang-orang yang mengaku beragama, tetapi justru melakukan beragam kejahatan. Dari segi ajaran, ia pun mulai kritis dalam memandang dogma.
"Aku tidak bermaksud menjelekkan agamaku sebelumnya (sebelum memeluk Islam --Red), tetapi kumerasa yang aku sembah sebelumnya itu adalah manusia, bukan Tuhan," ucap dia.
Sejak saat itu, ia cenderung berpandangan eksistensialis. Dalam arti, percaya pada diri sendiri. Apa saja yang terjadi dalam hidupnya adalah imbas dari tindakan dan pilihan yang diambilnya sendiri. Waktu itu, Yong masih duduk di bangku sekolah menengah.
Tak jarang, kawan-kawannya di sekolah bertanya tentang agamanya. Yong pun selalu menjawab, hanya percaya pada diri sendiri. Jawaban ini tak berarti dirinya sombong, tetapi begitulah adanya. Ia merasa keberadaan manusia tak begitu bergantung pada Kekuatan di luarnya.
Mencari kedamaian
Bagaimanapun, keyakinan ini tak lama dipegangnya. Suatu masalah menghampirinya. Dari hari ke hari, ia pun merasa terpukul oleh kesadaran. Betapa lemahnya manusia dalam kehidupan ini. Ada sesuatu yang di luar jangkauan setiap insan, dan itu membuatnya pasrah.
Yong mengenang, waktu itu dirinya mulai menderita bipolar. Ini suatu keadaan psikologis yang membuat penderitanya merasakan suasana hati tak menentu. Sering kali, tiba-tiba ia merasa di antara dua kutub yang berlawanan, yaitu kebahagiaan dan depresi. Yong mengingat, penyakit ini membuatnya merasa seperti terjerumus dalam lautan gelap. "Dari sana, aku mulai berupaya mencari kedamaian batin. Dan, aku menemukan, Islam adalah agama yang damai," kata dia.
Kalau memikirkannya sekarang, Yong merasa, itulah cara Allah membimbingnya agar mendapatkan hidayah. Ia pun semakin yakin. Islam tak lagi sesuatu yang jauh, melainkan dekat. Sebab, tak sedikit orang Korea yang memeluk Islam saat ini.
"Aku tidak bermaksud menjelekkan agamaku sebelumnya (sebelum memeluk Islam --Red), tetapi kumerasa yang aku sembah sebelumnya itu adalah manusia, bukan Tuhan," ucap dia.
Sejak saat itu, ia cenderung berpandangan eksistensialis. Dalam arti, percaya pada diri sendiri. Apa saja yang terjadi dalam hidupnya adalah imbas dari tindakan dan pilihan yang diambilnya sendiri. Waktu itu, Yong masih duduk di bangku sekolah menengah.
Tak jarang, kawan-kawannya di sekolah bertanya tentang agamanya. Yong pun selalu menjawab, hanya percaya pada diri sendiri. Jawaban ini tak berarti dirinya sombong, tetapi begitulah adanya. Ia merasa keberadaan manusia tak begitu bergantung pada Kekuatan di luarnya.
Mencari kedamaian
Bagaimanapun, keyakinan ini tak lama dipegangnya. Suatu masalah menghampirinya. Dari hari ke hari, ia pun merasa terpukul oleh kesadaran. Betapa lemahnya manusia dalam kehidupan ini. Ada sesuatu yang di luar jangkauan setiap insan, dan itu membuatnya pasrah.
Yong mengenang, waktu itu dirinya mulai menderita bipolar. Ini suatu keadaan psikologis yang membuat penderitanya merasakan suasana hati tak menentu. Sering kali, tiba-tiba ia merasa di antara dua kutub yang berlawanan, yaitu kebahagiaan dan depresi. Yong mengingat, penyakit ini membuatnya merasa seperti terjerumus dalam lautan gelap. "Dari sana, aku mulai berupaya mencari kedamaian batin. Dan, aku menemukan, Islam adalah agama yang damai," kata dia.
Kalau memikirkannya sekarang, Yong merasa, itulah cara Allah membimbingnya agar mendapatkan hidayah. Ia pun semakin yakin. Islam tak lagi sesuatu yang jauh, melainkan dekat. Sebab, tak sedikit orang Korea yang memeluk Islam saat ini.
Aku mulai berupaya mencari kedamaian batin. Dan, aku menemukan. Islam adalah agama damai.
Pada akhir Desember 2019, Yong memutuskan untuk pergi ke suatu masjid di Yongin, daerah tempatnya bermukim. Hari itu, Jumat, sehingga kaum Muslimin setempat meramaikan masjid itu untuk shalat Jumat berjamaah.
Usai ibadah itu, ia menjumpai imam dan beberapa jamaah di sana. Dengan ditemani seorang sahabatnya, Yong pun memasuki rumah ibadah tersebut. Orang-orang menyambutnya dengan ramah.
Dengan disaksikan mereka, ia pun mengucapkan dua kalimat syahadat. Sang imam memandunya agar dapat melafalkan kalimat agung itu, baik dalam bahasa Arab maupun Korea. "Saya gugup sebelum datang ke masjid itu," ujar Yong mengenang.
Yong mengaku dirinya adalah pria pemalu. Sebelum bersyahadat, sebenarnya ia ingin mempelajari Islam dari orang-orang secara langsung. Akan tetapi, ia cenderung tertarik pada penelusuran sendiri terlebih dahulu.
Pilihannya jatuh pada internet. Ya, dengan berselancar di dunia maya, ia mendapatkan berbagai informasi tentang Islam. Di suatu laman, ia menemukan, ternyata syarat untuk menjadi seorang Muslim cukup mudah. Hanya mengucapkan syahadat.
Maka, sebelum kakinya melangkah ke masjid tersebut, ia sudah berlatih berhari-hari lamanya untuk mengatakan, Asyhaduan Laa Ilaaha illa Allah, wa asyhadu anna Muhammad Rasulullah. "Menjadi Muslim sangat sederhana, hanya bersyahadat saja!" kata dia.
Usai bersyahadat, Yong bersyukur sekali. Ia lantas mengundang beberapa jamaah masjid untuk makan bersama. Ini sebagai sebuah perayaan kecil sekaligus kegembiraan karena dirinya mendapatkan saudara baru-seluruh Muslimin di dunia.
Pada akhir Desember 2019, Yong memutuskan untuk pergi ke suatu masjid di Yongin, daerah tempatnya bermukim. Hari itu, Jumat, sehingga kaum Muslimin setempat meramaikan masjid itu untuk shalat Jumat berjamaah.
Usai ibadah itu, ia menjumpai imam dan beberapa jamaah di sana. Dengan ditemani seorang sahabatnya, Yong pun memasuki rumah ibadah tersebut. Orang-orang menyambutnya dengan ramah.
Dengan disaksikan mereka, ia pun mengucapkan dua kalimat syahadat. Sang imam memandunya agar dapat melafalkan kalimat agung itu, baik dalam bahasa Arab maupun Korea. "Saya gugup sebelum datang ke masjid itu," ujar Yong mengenang.
Yong mengaku dirinya adalah pria pemalu. Sebelum bersyahadat, sebenarnya ia ingin mempelajari Islam dari orang-orang secara langsung. Akan tetapi, ia cenderung tertarik pada penelusuran sendiri terlebih dahulu.
Pilihannya jatuh pada internet. Ya, dengan berselancar di dunia maya, ia mendapatkan berbagai informasi tentang Islam. Di suatu laman, ia menemukan, ternyata syarat untuk menjadi seorang Muslim cukup mudah. Hanya mengucapkan syahadat.
Maka, sebelum kakinya melangkah ke masjid tersebut, ia sudah berlatih berhari-hari lamanya untuk mengatakan, Asyhaduan Laa Ilaaha illa Allah, wa asyhadu anna Muhammad Rasulullah. "Menjadi Muslim sangat sederhana, hanya bersyahadat saja!" kata dia.
Usai bersyahadat, Yong bersyukur sekali. Ia lantas mengundang beberapa jamaah masjid untuk makan bersama. Ini sebagai sebuah perayaan kecil sekaligus kegembiraan karena dirinya mendapatkan saudara baru-seluruh Muslimin di dunia.
0 Response to "Kenal Islam Dari Mbah Google, Lee Seong Yong Akhirnya Putuskan Jadi Mualaf"
Posting Komentar