Kisah Petugas Kebersihan Bawa Ibu Stroke ke Tempat Kerja, Separuh Gaji Habis untuk Beli Obat
Hidayat, PPSU Kelurahan Gedong yang viral bekerja sambil membawa ibunya yang stroke, Kamis (4/6/2020).
Perjuangan Hidayat (38) merawat ibunya yang stroke dan memiliki keterbatasan berbicara sungguh mengharukan.
Petugas PPSSU Kelurahan Gedong, Jakarta Timur, yang sehari-hari menyapu jalanan dan membersihkan got ini tak membiarkan dirinya jauh sejengkal pun dari ibunya.
Hanya Heriana (69) sang ibu yang Hidayat masih miliki. Sementara ayahnya, Ahmad Basuki, sudah meninggal beberapa tahun lalu karena penyakit maag.
Hidayat menjadi pasukan oranye, sebutan anggota PPSU, sejak 2015 silam dan selama ini sang ibu selalu berada di dekatnya saban ia kerja.
Ada alasan kuat Hidayat tetap membawa ibunya. "Setiap kerja saya selalu bawa ibu," ungkap Hidayat kepada TribunJakarta.com, Kamis (4/6/2020).
"Saya belum menikah. Jadi, enggak mungkin ninggalin ibu di rumah sendiri," sambung Hidayat.
Menurut dia, kondisi ibunya semakin memprihatinkan setelah terjatuh di kamar mandi.
Tubuh sebelah kanan Heriana sudah tak berfungsi normal atau mati rasa. Diperparah lagi sang ibu tak bisa bicara sejak satu setengah lalu.
Sejak pukul 04.00 WIB, Hidayat sudah bangun untuk mengurusi ibunya.
Ia begitu telaten memandikan hingga memakaikan popok Heriana.
Tak lupa, Hidayat menyuapi ibunya sarapan sebelum bergegas pergi ke tempat kerjaan.
Selanjutnya, ia mendorong kursi roda ibunya menuju Kantor Kelurahan Gedong untuk mengisi kehadiran.
Dari sana, Hidayat menuju zona kerjanya dengan menyapu di Jalan Beringin RW 4, Pasar Rebo, Jakarta Timur.
Hidayat membutuhkan waktu selama 15 menit untuk sampai di zonanya.
Kehadiran sang ibu yang selalu diajak serta ke tempat kerja, tak membuat Hidayat merasa terganggu. Apalagi sampai terlambat di lokasi kerja.
"Pas sampai di zona, saya taruh ibu di tempat adem. Biasanya di emperan jalan atau numpang di halaman rumah orang. Habis situ saya baru nyapu," ungkapnya.
Setelah zonanya bersih dari sampah, Hidayat selalu menyempatkan diri untuk bercengkrama dengan ibunya.
Walau tak mengerti bahasa ibunya, Hidayat selaku mencari topik pembicaraan.
Tak jarang, ibunya kerap meneteskan air mata tanpa sebab melihat Hidayat yang menghiburnya.
"Ibu saya pukul 10.00 WIB pasti saya suapin makan, di situ sambil ngobrol. Ibu sering nangis. Mungkin kasihan saya urusin dia sendiri sambil kerja juga."
"Tapi kalau saya enggak nangis, saya ikhlas rawat orangtua saya," katanya.
Hidayat menyebut ibunya juga sering menangis ketika musim hujan tiba. Sebagai anak ia semakin tak tega membiarkan ibuya di rumah sendirian.
Mau tak mau, ia tetap membawa ibunya dengan memakaikan jas hujan dan menerjang derasnya rintikan hujan.
"Kalau hujan ibu tetap saya bawa. Nanti pas saya nyapu dia saya taruh di tempat teduh. Jadi cuma ngeliatin aja. Di situ dia juga sering nangis tapi sebabnya saya enggak tahu."
"Namun dua bulan terakhir saya tinggal di rumah demi kesehatan ibu karena lagi wabah virus corona. Sehingga usai pulang saya buru-buru suapin ibu makan terus mandiin ibu," ungkapnya.
Ikhlas Uang Gaji Obati Ibu
Awal 2019, ketika kondisi Heriana semakin parah hingga kesulitan bicara, Hidayat tetap membawa ibunya ke tempat kerjaan.
Di tengah keterbatasan ekonomi sebagai petugas PPSU, Hidayat ikhlas gajinya untuk biaya kontrol sang ibu ke rumah sakit dua kali seminggu.
Cukup masuk akal jika Hidayat tak punya uang tabungan dan kendaraan untuk memudahkan mobilitasnya bekerja.
Ketika ibunya tak dibawa bekerja, Hidayat menggunakan ontel peninggalan ayahnya atau memilih berjalan kaki.
"Yang penting ibu sembuh dan saya tetap bisa rawat ibu serta penuhi kebutuhan ibu," begitu harapan Hidayat.
"Saya masih punya kaki buat jalan. Ada sepeda juga kalau lagi enggak bawa ibu. Makanya enggak pernah ambil pusing," imbuh dia.
Mengetahui perjuangan Hidayat, bekas rekannya sesama PPSU Kelurahan Gedong merasa terenyuh lalu membantunya.
Ia pun memberikan motor meski
Perjuangan Hidayat (38) merawat ibunya yang stroke dan memiliki keterbatasan berbicara sungguh mengharukan.
Petugas PPSSU Kelurahan Gedong, Jakarta Timur, yang sehari-hari menyapu jalanan dan membersihkan got ini tak membiarkan dirinya jauh sejengkal pun dari ibunya.
Hanya Heriana (69) sang ibu yang Hidayat masih miliki. Sementara ayahnya, Ahmad Basuki, sudah meninggal beberapa tahun lalu karena penyakit maag.
Hidayat menjadi pasukan oranye, sebutan anggota PPSU, sejak 2015 silam dan selama ini sang ibu selalu berada di dekatnya saban ia kerja.
Ada alasan kuat Hidayat tetap membawa ibunya. "Setiap kerja saya selalu bawa ibu," ungkap Hidayat kepada TribunJakarta.com, Kamis (4/6/2020).
"Saya belum menikah. Jadi, enggak mungkin ninggalin ibu di rumah sendiri," sambung Hidayat.
Menurut dia, kondisi ibunya semakin memprihatinkan setelah terjatuh di kamar mandi.
Tubuh sebelah kanan Heriana sudah tak berfungsi normal atau mati rasa. Diperparah lagi sang ibu tak bisa bicara sejak satu setengah lalu.
Sejak pukul 04.00 WIB, Hidayat sudah bangun untuk mengurusi ibunya.
Ia begitu telaten memandikan hingga memakaikan popok Heriana.
Tak lupa, Hidayat menyuapi ibunya sarapan sebelum bergegas pergi ke tempat kerjaan.
Selanjutnya, ia mendorong kursi roda ibunya menuju Kantor Kelurahan Gedong untuk mengisi kehadiran.
Dari sana, Hidayat menuju zona kerjanya dengan menyapu di Jalan Beringin RW 4, Pasar Rebo, Jakarta Timur.
Hidayat membutuhkan waktu selama 15 menit untuk sampai di zonanya.
Kehadiran sang ibu yang selalu diajak serta ke tempat kerja, tak membuat Hidayat merasa terganggu. Apalagi sampai terlambat di lokasi kerja.
"Pas sampai di zona, saya taruh ibu di tempat adem. Biasanya di emperan jalan atau numpang di halaman rumah orang. Habis situ saya baru nyapu," ungkapnya.
Setelah zonanya bersih dari sampah, Hidayat selalu menyempatkan diri untuk bercengkrama dengan ibunya.
Walau tak mengerti bahasa ibunya, Hidayat selaku mencari topik pembicaraan.
Tak jarang, ibunya kerap meneteskan air mata tanpa sebab melihat Hidayat yang menghiburnya.
"Ibu saya pukul 10.00 WIB pasti saya suapin makan, di situ sambil ngobrol. Ibu sering nangis. Mungkin kasihan saya urusin dia sendiri sambil kerja juga."
"Tapi kalau saya enggak nangis, saya ikhlas rawat orangtua saya," katanya.
Hidayat menyebut ibunya juga sering menangis ketika musim hujan tiba. Sebagai anak ia semakin tak tega membiarkan ibuya di rumah sendirian.
Mau tak mau, ia tetap membawa ibunya dengan memakaikan jas hujan dan menerjang derasnya rintikan hujan.
"Kalau hujan ibu tetap saya bawa. Nanti pas saya nyapu dia saya taruh di tempat teduh. Jadi cuma ngeliatin aja. Di situ dia juga sering nangis tapi sebabnya saya enggak tahu."
"Namun dua bulan terakhir saya tinggal di rumah demi kesehatan ibu karena lagi wabah virus corona. Sehingga usai pulang saya buru-buru suapin ibu makan terus mandiin ibu," ungkapnya.
Ikhlas Uang Gaji Obati Ibu
Awal 2019, ketika kondisi Heriana semakin parah hingga kesulitan bicara, Hidayat tetap membawa ibunya ke tempat kerjaan.
Di tengah keterbatasan ekonomi sebagai petugas PPSU, Hidayat ikhlas gajinya untuk biaya kontrol sang ibu ke rumah sakit dua kali seminggu.
Cukup masuk akal jika Hidayat tak punya uang tabungan dan kendaraan untuk memudahkan mobilitasnya bekerja.
Ketika ibunya tak dibawa bekerja, Hidayat menggunakan ontel peninggalan ayahnya atau memilih berjalan kaki.
"Yang penting ibu sembuh dan saya tetap bisa rawat ibu serta penuhi kebutuhan ibu," begitu harapan Hidayat.
"Saya masih punya kaki buat jalan. Ada sepeda juga kalau lagi enggak bawa ibu. Makanya enggak pernah ambil pusing," imbuh dia.
Mengetahui perjuangan Hidayat, bekas rekannya sesama PPSU Kelurahan Gedong merasa terenyuh lalu membantunya.
Ia pun memberikan motor meski
0 Response to "Kisah Petugas Kebersihan Bawa Ibu Stroke ke Tempat Kerja, Separuh Gaji Habis untuk Beli Obat"
Posting Komentar